Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, 10 Mei 2008

Nation For Sale

Nation For Sale
By : Riau Menggugat
Ketika negara-negara yang kaya minyak seperti negara Amerika Latin yakni venezuela, Brazil sedang hepi-hepinya dengan kenaikan minyak, lain halnya Indonesia dimana minyak dan gas nya diserahkan kepada operator asing seperti Chevron Indonesia yang mengelola minyak sebesar 40 %, Connoco Phillips, dan exxon yang merasa diuntungkan oleh kenaikan harga minyak, namun negara yang bermental kuli ini hanya bisa gigit jari dengan adanya menaikkan harga BBM dalam negeri. Disamping itu juga negara yang sok hebat dan pemerintah yang sok pancasialis dan nasionalis ini dengan gampangnya menjual energinya seperti LNG, Batubara ke negera lain.
Meski rakyat kesulitan mendapatkan energi seperti harus antri minyak tanah berjam-jam, BBM juga sering antri, PLN sering padam (bahkan di Jakarta tadi malam 26 April 2008 padam cukup lama selama berjam-jam) pabrik dan juga pengusaha transportasi merugi karena BBM naik, toh Indonesia merupakan eksportir minyak mentah terbesar di kawasan Australasia. Dari produksi 977 ribu bph (turun dari 1,3 juta bph), 500 ribu bph diekspor. Lebih separuh minyak yang kita produksi diekspor ke luar negeri.
Indonesia juga merupakan eksportir LNG terbesar di dunia. Indonesia mengekspor 70% produk batubara. Energi tersebut diekspor ke Jepang, Korsel, Taiwan, dsb.Tak heran jika negara-negara yang tak punya minyak tersebut pabrik-pabrik dan industrinya tetap berkembang sementara pabrik-pabrik di Indonesia banyak yang tutup kekurangan energi atau bangkrut karena energi sudah tak terbeli lagi.





Kurtubi pakar perminyakan mengatakan negara ini seharusnya bisa kaya dengan kenaikan harga minyak dunia, tapi jika ladang-ladang minyak tersebut dikuasai oleh negara yang tidak menjualnya ke negara asing. PT. CPI saja yang begitu arogannya di Riau tidak pernah peduli dengan kenaikan BBM ini dikarenakan mereka memang begitu arogannya mereka di Propinsi Riau, lihat saja komplek mereka di Rumbai, dan Duri disaat tetangga komplek mereka harus rela terkena pemadaman bergilir, namun komplek mereka dengan arogannya hidup selama 24 Jam menggunakan energi berlebih tanpa memandang warga yang kesulitan memperoleh energi. Ketika saya pulang kampung kemarin kedaerah asal saya di Sakai begitu sedihnya saya melihat kehidupan warga disana, saat ini mereka kesulitan kehidupan sekolah-sekolah dipelosok hutan daerah Rangau,Semunai, dan kawasan terpencil didalamnya yang nota bene daerah operasional mereka sekolahnya hancur dan gurunya tidak ada begitu juga dengan fasilitas kesehatan seperti puskesmas. Namun ketika saya berjalan-jalan ke kompleks PT. CPI duri begirtu berberdanya melihat sekolah nan megah seperti sekolah cendana, sekolah mutiara yang mendapatkan bantuan dari PT. CPI dan Kontraktor PT. CPI yakni Schlumberger, Halliburton, dan sebagainya. Bahkan sumbagan mereka sampai keangka Rp.200 jutaan. Saya begitu emosinya melihat kesenjangan yang dipertontonkan oleh arogansi asing di negeri kelahiran saya dan saya bersumpah untuk berusaha mengusir mereka dari kampung nenek moyang saya. Saya juga merasa sedih ketika saudara saya harus meninggal akibat kelaparan, kemiskinan dan kebodohan dan itu menimpa kepada paman kandung saya ketika saya masih duduk di bangku SMP, ketika paman saya meninggal akibat kemisikinan dan kelaparan di kampung saya yang notabene penuh dengan minyak, akhirnya kamipun merantau ke propinsi tetangga dan akhirnya saya sampai ke PTN di Medan. Setelah saya bekerjapun ketika saya pulang kampung kemarin dari tanggal 3-9 Mei 2008 ke pelosok kampung kondisipun masih sama mereka masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar dan rumahpun masih tepas dan berpindah-pindah.
Saya kemudianpun berfikir beginilah kalo negara tergadaikan oleh asing, sayapun melanjutkan perjalanan ke propinsi tetangga Sumatera Utara, lewat Darat meskipun jauh saya banyak melihat kemiskinan disana-sini saya berhenti di daerah Bangko saya lihat masyarakat disanan yang kesulitan mendapatkan minyak tanah, padahal daerahnya kaya akan minyak. Lalu sampailah saya di Medan, saya melihat dikepala saya sendiri orang harus antri minyak tanah walaupun ada konversi terhadap gas ternyata hanya isapan jempol kaum-kaum penguasa bahwa programnya telah jalan ternyata di lapangan non sense sama sekali. Lalu saya melihat ada Demo mahasiswa di Medan yang anti kenaikan BBM dan bahkan ada yang bernada provokatif lebih baik SBY mundur, saya fikir benar juga jika BBM naik memang layak SBY mundur, seharusnya SBY tidak menaikkan BBM tapi ada cara lain yakni menaikkan windfall profit para operator dan memulangkan tenaga kerja asing padahal banyak enginer kita di luar negeri yang bekerja dan siap mengabdi untuk negara, dan apabila SBY berani mengambil tindakan yang sama dengan hugo Chavez saya fikir SBY akan disenangi oleh rakyat, jangan bermental pedagang yang siap menjual negara ini terhadap asing

Tidak ada komentar: